A.
DEFINISI
ITP
merupakan penyebab paling umum gangguan hemoragik dan penurunan jumlah
trombosit dalam sirkulasi. (Kapita Selekta, 2008 : 1035) ITP adalah
trombositopenia dengan penyebab proses imun (adanya antibodi terhadap
trombosit). (Wiwik dan Sulistyo, 2008 : 129)
ITP merupakan singkatan dari Idiopatik Trombositopenia
Purpura. Idiopatik artinya penyebabnya tidak diketahui. Trombositopenia artinya
berkurangnya jumlah trombosit dalam darah atau darah tidak mempunyai platelet
yang cukup. Purpura artinya perdarahan kecil yang ada di dalam kulit, membrane mukosa atau permukaan serosa (Dorland, 2009 : ).
Trombositopenia adalah suatu
kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan
darah. ITP adalah jenis trombositopenia berat yang dapat mengancam kehidupan
dengan jumlah trombosit < 10.000 mm3 yang ditandai dengan mudahnya
timbul memar serta perdarahan subkutaneus yang multiple. Biasanya penderita
menampakkan bercak-bercak kecil berwarnan ungu. Karena jumlah trombosit sangat
rendah, maka pembentukan bekuan tidak memadai dan konstriksi pembuluh yang
terlukan tidak adekuat.
ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis
di kulit maupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah
trombosit karena sebab yang tidak diketahui. Purpura Trombositopenia Idiopatika
adalah suatu kelainan yang didapat, yang ditandai oleh trombositopenia,
purpura, dan etiologi yang tidak jelas. ITP adalah singkatan dari Idiopathic
Thrombocytopenia Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui
penyebabnya. Thrombocytopenia berarti darah yang tidak cukup memiliki keping
darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar
yang banyak (berlebihan).
ITP adalah syndrome yang di
dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan
sum-sum normal. ITP adalah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit /
selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab
yang tidak diketahui. (ITP pada anak tersering terjadi pada umur 2 – 8 tahun),
lebih sering terjadi pada wanita. (Kapita
Selekta, 2008). ITP adalah salah satu gangguan perdarahan didapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome yang di
dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan
sumsum normal.
B.
ETIOLOGI
1. Hipersplenisme.
2. Infeksi virus.
3. Intoksikasi makanan / obat (asetosal
para amino salisilat (PAS). Fenil butazon, diamokkina, sedormid).
4. Bahan kimia.
5. Pengaruh fisi (radiasi, panas).
6. Kekurangan factor pematangan
(malnutrisi).
7. Koagulasi intra vascular diseminata
CKID.
8. Autoimune.
C.
PATOFISIOLOGI
ITP adalah salah satu
gangguan perdarahan di dapat yang paling umum terjadi. ITP adalah syndrome yang
di dalamnya terdapat penurunan jumlah trombosit yang bersirkulasi dalam keadaan
sum-sum normal. Penyebab sebenarnya tidak diketahui, meskipun diduga disebabkan
oleh agen virus yang merusak trombosit. Pada umumnya gangguan ini didahului oleh penyakit dengan
demam ringan 1 – 6
minggu sebelum timbul gejala. Gangguan ini dapat digolongkan menjadi 3
jenis, yaitu akut, kronik dan kambuhan. Pada anak-anak mula-mula
terdapat gejala diantaranya demam, perdarahan, petekie, purpura dengan
trombositopenia dan anemia.
D.
KOMPLIKASI
1.
Reaksi
tranfusi
2.
Relaps.
3.
Perdarahan
susunan saraf pusat (kurang dari 1% kasus yang terkena)
4.
Efek
samping dari kortikosteroid
5.
infeksi
pneumococcal. Infeksi ini biasanya didapat setelah pasien mendapat terapi
splenektomi. Si penderita juga umumnya akan mengalami demam sekitar 38.80C.
E.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Tanda dan Gejala
a. Masa prodormal, keletihan, demam dan
nyeri abdomen.
b. Secara spontan timbul petekie dan
ekimosis pada kulit.
c. Epistaksis.
d. Perdarahan mukosa mulut.
e. Menoragia.
f. Memar.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pada pemeriksaan laboratorium
ditemukan Trombosit <10.000/ml. Terkadang dapat terjadi anemia ringan yang
disebabkan oleh perdarahan.
b. Pemerisaan Morfologi sel darah
normal, kecuali trombosit yang agak membesar (Megakariosit). Megakariosit
merupakan trombosit yang dihasilkan sebagai respon dari destruksi trombosit.
c. Pemeriksaan Leukosit normal
d. Pada pemeriksaan sumsum tulang
terlihat normal dengan jumlah megakariosit normal atau meningkat
e. Masa Perdarahan memanjang
F.
PENATALAKSANAAN
·
ITP Akut
Ø Ringan: observasi tanpa pengobatan →
sembuh spontan.
Ø Bila setelah 2 minggu tanpa
pengobatan jumlah trombosit belum naik, maka berikan kortikosteroid.
Ø Bila tidak berespon terhadap
kortikosteroid, maka berikan immunoglobulin per IV.
Ø Bila keadaan gawat, maka berikan
transfuse suspensi trombosit.
·
ITP Menahun
Ø Kortikosteroid diberikan selama 5
bulan.
Ø Missal: prednisone 2 – 5
mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid berikan
immunoglobulin (IV).
Ø Imunosupressan: 6 – merkaptopurin
2,5 – 5 mg/kgBB/hari peroral.
o
Azatioprin
2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
o
Siklofosfamid
2 mg/kgBB/hari per oral.
Ø Splenektomi.
Ø Indikasi:
o
Resisten
terhadap pemberian kortikosteroid dan imunosupresif selama 2 – 3 bulan.
o
Remisi
spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan
gambaran klinis sedang sampai berat.
Ø Kontra indikasi:
o
Anak
usia sebelum 2 tahun: fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih
oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening dan thymus)
1.
PENGKAJIAN
a)
Asimtomatik
sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b)
Tanda-tanda
perdarahan.
·
Petekie terjadi
spontan.
·
Ekimosis
terjadi pada daerah trauma minor.
·
Perdarahan dari
mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
·
Menoragie.
·
Hematuria.
·
Perdarahan
gastrointestinal.
c)
Perdarahan
berlebih setelah prosedur bedah.
d)
Aktivitas /
istirahat.
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum.
Toleransi terhadap latihan rendah.
Tanda : takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e)
Sirkulasi.
Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat, palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda : TD: peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f)
Integritas ego.
Gejala : keyakinan agama / budaya
mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse darah.
Tanda : DEPRESI.
g)
Eliminasi.
Gejala : Hematemesis, feses dengan
darah segar, melena, diare, konstipasi.
Tanda : distensi abdomen.
h)
Makanan /
cairan.
Gejala : – penurunan masukan
diet.
- mual dan muntah.
Tanda : turgor kulit buruk,
tampak kusut, hilang elastisitas.
i)
Neurosensori.
Gejala : – sakit kepala, pusing.
- kelemahan, penurunan
penglihatan.
Tanda : – epistaksis.
- mental: tak mampu berespons
(lambat dan dangkal).
j)
Nyeri /
kenyamanan.
Gejala : nyeri abdomen, sakit
kepala.
Tanda : takipnea, dispnea.
k)
Pernafasan.
Gejala : nafas pendek pada
istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, dispnea.
l)
Keamanan
Gejala : penyembuhan luka buruk
sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
Tanda : petekie, ekimosis
2.
DIAGNOSA
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk suplai oksigen
2.
Kerusakan intregritas kulit berhubungan dengan
perubahan sirkulasi
3.
Nyeri
berhubungan dengan agen biologis (splenomegali)
4.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
intake nutrisi tidak adekuat
5.
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik
6.
Resiko
tinggi cedera berhubungan dengan meningkatnya kerentanan pendarahan
7.
Defisit
pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya
informasi
8. Ansietas
berhubungan dengan defisit pengetahuan mengenai kondisi dan pencegahan
3.
INTERVENSI
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan
dengan penurunan
komponen
seluler yang diperlukan untuk suplai oksigen
a. Tujuan
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam menunjukkan perbaikan perfusi
jaringan
b. Kriteria Hasil
- Tidak
ada atau penurunan
takipneu
- Menunjukan
TTV stabil
c. Intervensi
1) Observasi secara
berkala adanya dispnea, takipnea, adanya bunyi nafas
tak
normal atau menurun,
terbatasnya ekspansi dinding dada.
Rasional ; Deteksi dan pengawasan terhadap proses perfusi jaringan. Takipnea dapat terjadi karena peningkatan kompensasi curah jantung.
2) Observasi perubahan pada tingkat kesadaran yang dapat terjadi
secara
tiba-tiba
Rasional : Hipoksia dapat mempengaruhi fungsi otak dan perubahan
kesadaran.
3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada
warna kulit termasuk
membrane mukosa dan kuku.
Rasional :
Sianosis menunjukkan
suplai oksigen pada jaringan sangat
berkurang.
4) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai
toleransi
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru dan
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler.
5)
Tingkatkan tirah baring atau batasi
latihan fisik dan bantu aktifitas
perawatan diri sesuai keperluan
Rasional: Menurunkan konsumsi oksigen dalam metabolisme tubuh.
6) Berikan oksigen sesuai kebutuhan dan indikasi
Rasional: Memenuhi kebutuhan oksigen dan mengoptimalkan suplai
oksigen untuk
metabolisme tubuh.
7) Kolaborasi :
Pemberian
Kortikosteroid, terapi awal prednison dosis 0,5-1,2
mg/kgBB/hari selama 2 minggu.
Rasional : Untuk menekan respon kekebalan tubuh dan meningkatkan
jumlah
trombosit.
2. Kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan perubahan sirkulasi
a. Tujuan
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan selama 2x24
jam menunjukkan perbaikan
integritas kulit
b. Kriteria Hasil
- Integritas kulit baik dapat
dipertahankan
- Tidak ada lesi pada kulit
- Klien dapat mengidentifikasi faktor
risiko atau perilaku untuk mencegah cedera dermal
c. Intervensi
1) Bina hubungan saling percaya pada klien
saat pemeriksaan
Rasional :
Meningkatkan kerjasama dalam pelayanan keperawatan
2) Observasi integritas kulit,
catat perubahan pada turgor
Rasional ; Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan imobilisasi.
Jaringan dapat menjadi rapuh, mudah rusak dan terinfeksi.
2) Observasi kualitas petekie,
ekimosis dan purpura yang muncul
Rasional : Merupakan gejala dari adanya pendarahan dibawah
permukaan kulit
sebagai deteksi ITP
3) Pantau adanya sianosis dan perubahan pada
warna kulit termasuk
membrane mukosa dan kuku.
Rasional :
Sianosis menunjukkan
suplai oksigen pada jaringan sangat
berkurang.
4) Jelaskan gejala dari proses penyakit untuk mencegah
ansietas
Rasional :
Manifestasi yang muncul secara mendadak dapat
meningkatkan resiko
ansietas pada klien dan cedera
5) Berikan kebersihan lingkungan dan tempat tidur klien yang
kering dan
hindari kelembapan
Rasional : Media
lembab dan kebersihan minimal merupakan media
yang baik untuk
pertumbuhan organisme patogenik, meningkatkan
resiko infeksi.
6) Batasi aktivitas dan hindarkan dari benda-benda berbahaya
dan tajam
Rasional : Mencegah
resiko cedera yang akan memperburuk integritas
kulit dan pendarahan
hebat.
7) Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah
posisi.
Rasional : mencegah
komplikasi dekubitus yang sangat dikhawatirkan
pada
penderita ITP
8) Programkan jad wal dan bantu untuk latihan rentang gerak
aktif atau
pasif secara bertahap sesuai indikasi
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mencegah statis
9) Kolaborasi
Gunakan alat pelindung atau alas dengan bahan
khusus, misalnya pada
tempat tidur dengan sprei bahan lembut dan tidak
panas.
Rasional: Menghindari kerusakan kulit dengan mencegah dan
menurunkan tekanan pada permukaan kulit.
10) Pantau integritas kulit secara berkala, petekie, ekimosis
dan purpura
Rasional : Penilaian
terhadap intervensi yang dilakukan dan deteksi
adanya komplikasi
atau perburukan kondisi
3. Nyeri berhubungan dengan agen biologis
(splenomegali)
b. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 60 menit nyeri
berkurang dan terkontrol
c. Kriteria Hasil
- TTV dalam batas
normal
- Nyeri hilang atau
berkurang
- Klien dapat
mengontrol nyeri
- Dapat mempraktekkan
manajemen nyeri
a. Intervensi
1)
Bina hubungan saling percaya dengan klien
Rasional :
Meningkatkan kerjasama selama proses keperawatan
2)
Observasi keluhan nyeri, catat lokasi dan
intensitas (skala 0-10). Catat
faktor-faktor
yang memperberat nyeri.
Rasional : Membantu dalam
menentukan kebutuhan manajemen nyeri
dan
keefektifan program.
3) Ajarkan teknik manajemen nyeri, dengan distraksi
dan pengalihan
perhatian
Rasional :
Kemampuan manajemen nyeri mampu mengurangi dan mengontrol rasa nyeri.
4)
Tinggikan tempat tidur
sesuai kebutuhan
Rasional : Peninggian linen
tempat tidur menurunkan tekanan pada daerah yang nyeri.
5)
Anjurkan dan bantu untuk sering mengubah
posisi.
Rasional : mencegah
komplikasi dekubitus yang sangat dikhawatirkan
pada penderita ITP
6)
Bantu untuk bergerak di tempat tidur, hindari gerakan yang menyentak.
Rasional : Mencegah
terjadinya kelelahan umum berkelanjutan
dan
kekakuan
sendi sekitar daerah nyeri.
7) Kolaborasi
Lakukan pemeriksaan
laboratorium darah lengkap
Rasional : Mengetahui
jumlah trombosit penurunan kadar Hb dan
leukosit terhadrap
proses penyakit
8) Kolaborasi
Lakukan uji antibodi
trombosit dengan tes sensitif
Rasional : Menunjukkan jumlah Ig G antitrombosit pada
permukaan
atau dalam serum.
Mengetahui faktor penyebab splenomegali.
9) Kolaborasi
Berikan
obat-obatan analgesik sesuai
indikasi dan advice dokter
(misalnya : asetil salisilat)
Rasional : Sebagai anti inflamasi
dan pereda nyeri, meningkatkan
mobilitas.
10) Kolaborasi
Imunosupressan : Siklofosfamid (2 mg/kgBB/hari per oral)
Rasional
: Golongan obat agen imunosupresif, menekan sistem
kekebalan
alami tubuh
11) Pantau daerah nyeri pada lokasi
splenomegali
Rasional : Menentukan
intervensi yang dilakukan, mengetahui kualitas
pembesaran dan
pembentukan neoantigen dengan proses perjalanan
penyakit.
12) Pantau kualitas nyeri terhadap
perkembangan pengobatan
Rasional : Deteksi
dini adanya gangguan atau meningkatnya tingkat
keparahan setelah
pengobatan
4.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi
tidak adekuat
a.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi seimbang
b.
Kriteria hasil
- Klien mengatakan nafsu makan
meningkat.
- Berat
badan stabil
- Klien terlihat dapat menghabiskan
porsi makan yang di sediakan.
c.
Intervensi
1)
Dokumentasikan status nutrisi klien, catat turgor kulit,berat badan,saat ini
dan tingkat kehilangan berat badan , integritas mukosa mulut, tonus perut riwayat nausea, vomitus atau diare.monitor intake output
serta berat badan secara terjadwal.
Rasional : Menjadi
data fokus untuk menentukan rencana tindakan
lanjutan
setelah tindakan
yang diberikan kepada klien.
2)
Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
Rasional : Meningkatkan
kenyamanan flora normal mulut , sehingga
akan
meningkatkan perasaan nafsu makan.
Mencegah infeksi.
3)
Anjurkan makanan sedikit tapi sering dengan diet tinggi kalori tinggi protein
(TKTP).
Rasional
: Meningkatkan intake makanan dan nutrisi
klien terutama
kadar
protein tinggi akan meningkatkan
mekanisme tubuh dalam
proses
penyembuhan.
4)
Anjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang di sukai oleh
klien dan makan bersama klien jika tidak ada kontra indikasi.
Rasional
: Merangsang klien untuk bersedia
meningkatkan intake makanan yang berfungsi sbg sumber energi bagi penyembuhan.
5)
Anjurkan pada ahli gizi untuk menetukan untuk komposisi diet.
Rasional : Menetukan kebutuhan nutrisi yang tepat
bagi klien.
6)
Programkan diet kaya vitamin K, dominasi menu
sayur-sayuran hijau
Rasional
: Vitamin
K berfungsi untuk membantu penggumpalan
darah.
7)
Hindarkan dari segala jenis makanan mengandung MSG
Rasional : Menyebabkan
memar-memar pada tubuh dan
memperburuk
gejala klien
8)
Monitor pemeriksaan laboratorium misal
BUN serum protein dan
albumin.
Rasional : Mengontrol keefektifan tindakan
terutama dengan kadar
protein
darah.
9)
Berikan vitamin sesuai indikasi
Rasional : Meningkatkan
komposisi tubuh dan nafsu makan klien.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien menunjukkan toleransi
aktifitas
b. Kriteria
hasil
- Menunjukkan
peningkatan toleransi aktivitas sesuai
indikasi
- TTV stabil saat beraktivitas
- Kadar Hb dalam batas normal
c. Intervensi
1)
Bina hubungan
saling percaya pada klien
Rasional : Meningkatkan kerjasama selama proses
keperawatan
2)
Observasi kemampuan pasien untuk melakukan
aktivitas normal, catat laporan kelemahan, keletihan.
Rasional
: Mengetahui tingkat intoleransi
pasien, mempengaruhi
pilihan intervensi dan program
latihan.
2)
Pantau TD, nadi, dan pernafasan saat sebelum, selama dan sesudah aktivitas
Rasional
: manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen ke jaringan.
3)
Berikan lingkungan yang tenang dalam proses keperawatan
Rasional : meningkatkan
istirahat untuk menurunkan kebutuhan
oksigen tubuh.
4)
Ajarkan dan bantu untuk sering mengubah posisi dengan perlahan tanpa gerakan menyentak
Rasional : Mencegah komplikasi
dekubitus yang akan memperburuk kondisi klien. Gerakan menyentak dapat memicu hipotensi postural.
5)
Pantau adanya pusing dan penurunan kesadaran
Rasional :
hipotensi postural atau hipoksia serebral
menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
6) Kolaborasi pemeriksaan
darah lengkap secara berkala
Rasional : Mengetahui jumlah masing-masing komponen darah
terutama hemoghlobin
7) Pantau kadar hemoghlobin
secara teratur
Rasional : Mengetahui kadar hemoghlobin klien yang
berpengaruh pada aktivitas yang akan diprogramkan
8) Jadwalkan program latihan sesuai indikasi
Rasional : Meragsang toleransi
aktivitas dengan memberikan latihan secara bertahap
9)
Pantau status nutrisi dan programkan
diet kaya zat besi
Rasional
: Status nutrisi berpengaruh pada kemampuan klien toleransi
aktifitas.
Diet kaya zat besi membantu menstabilkan kadar hemoghlobin
dalam
darah
6.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan meningkatnya
kerentanan
pendarahan.
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam klien melakukan aktivitas dengan
terhindar dari resiko cedera
b. Kriteria
hasil
- Klien terbebas
dari cedera
- Klien mampu memahami dan mempraktekkan cara atau metode untuk mencegah cedera
- Klien dan keluarga mampu menjelaskan faktor resiko dari lingkungan atau perilaku personal untuk menghindari cedera
- Mampu memodifikasi gaya hidup dengan aktivitas sederhana bebas resiko cedera
- Mampu mengenali perubahan status yang
ada
c. Intervensi
1) Kondisikan lingkungan yang aman dan tenang untuk pasien
Rasional : Meminimalkan rangsangan dan
menghindari ansietas yang
dapat meningkatkan resiko cedera
2) Identifikasi
kebutuhan keamanan klien,
sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien.
Rasional : Adaptasi aktivitas klien
menghindari gerak berlebihan dan
mencegah komplikasi
3)
Memodifikasi lingkungan yang berbahaya dan jauhkan dari benda
benda tajam
Rasional : Menghidarkan terjadinya cedera
kecil sampai berat yang
akan
menimbulkan pendarahan. Tetap
dapat beraktivitas untuk
memenuhi kebutuhan sesuai kemampuan kognitif
tanpa terhambat oleh
kondisi sekitar.
4) Memasang
side rail tempat tidur
Rasional : Melindungi dari resiko jatuh ketika
tidur atau gerakan tubuh
yang tidak terkoordinasi apabila muncul
tiba-tiba.
5) Menyediakan
tempat tidur yang nyaman dan bersih
Rasional : Memelihara kenyamanan dengan
keterbatasan aktivitas,
sehingga kebersihannya tetap terjaga.
6) Memberikan
penerangan yang cukup dan menempatkan
saklar lampu
ditempat yang mudah
dijangkau pasien.
Rasional : Memudahkan untuk memenuhi
penerangan sesuai
kebutuhan dan enghindarkan dari resiko jatuh
atau terkena benda
tajam.
9) Anjurkan dan
diskusikan dengan keluarga untuk melakukan
pengawasan aktivitas pada
klien
Rasional : Membantu dalam pengawasan aktivitas
pasien
10) Berikan
penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan penyebab penyakit.
Rasional : Pemahaman yang cukup bagi keluarga
atas perubahan
kesehatan pada penderita sangat penting, untuk
meningkatkan kerja
sama keluarga dengan perawat dalam proses
penyembuhan.
4.
EVALUASI
·
Keseimbangan cairan kembali ke kondisi normal
·
Menunjukkan berat badan stabil
·
Menunjukkan perbaikan perfusi yang dibuktikan dengan TTV stabil.
·
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif
·
Menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
·
Menyatakan pemahaman proses penyakit.
·
Faham akan prosedur dagnostik dan rencana pengobatan
DAFTAR
PUSTAKA
Handayani,
Wiwik, Sulistiyo A.B. 2008. Pada Klien
dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta : Salemba medika
Kimberly,
AJ. Bilotta. 2012. Kapita Selekta
Penyakit : dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H,
Hardi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC.
Edisi Revisi. Yogyakarta: Media Action Publishing
Pearce, Evelyn
.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi Untuk
Paramedis. Jakarta : Prima Grafika
Potter, Patricia
A., Anne Griffin Perry. 2005. Buku
Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik Volume 1.
Jakarta : EGC
Smeltzer,
Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC
Smeltzer,
Suzanne C. 2003. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Suddarth Volume 2. Jakarta : EGC.
Yuliani,
Rita, Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan
Pada Anak. Jakarta : CV. Sagung Seto
Dokter Sehat Team. 2013. http://doktersehat.com/purpura-trombositopenik-idiopatik-itp/ (Diakses pada tanggal 14 November 2014, pukul 16.20)
http://dokmud.wordpress.com/2013/06/03/idiopathic-thombocytopenic-purpura-itp/ Diakses tanggal 25 November 2013, Pukul 07.38